Kamis, 31 Oktober 2019

6 Kebudayaan Jawa yang Turun-temurun Diturunkan Sampai Kini




Sebagai sebuah negara besar dengan 17.548 pulau, Indonesia diketahui dengan kekayaan tradisinya. Hal ini tak lepas dari banyaknya suku yang beralamat di Indonesia, yang jumlahnya lebih dari 250 suku. Kecuali itu, fakta Indonesia sebagai negara kepulauan juga ikut serta memberikan imbas kenapa kebudayaan antar tempat dapat berbagai.

Salah satu suku yang terbesar di Indonesia merupakan Suku Jawa. Diamati dari demografinya, suku ini mendiami kawasan tengah dan timur Pulau Jawa. Sebagai sebuah suku yang besar, tentu saja Suku Jawa juga mempunyai kebudayaan yang besar, diaplikasikan turun-temurun, dan masih ditemukan sampai kini. Kaprah-kaprah kebudayaan apa saja itu? Berikut kami ulas 6 kebudayaan Jawa yang turuntemurun diturunkan sampai kini.


1. Bahasa
Suku Jawa mempunyai bahasa tempat yang disebut dengan Bahasa Jawa. Beberapa besar masyarakat Jawa pada biasanya lebih banyak memakai Bahasa Jawa ini ketimbang memakai bahasa nasional, Bahasa Indonesia, untuk mengobrol. Bahasa Jawa mempunyai tata tertib yang berbeda dalam hal intonasi dan kosakata dengan memperhatikan siapa yang mengobrol dan siapa lawan bicaranya. Hal ini lazim disebut dengan istilah upload-ungguh.

Peraturan ini mempunyai imbas sosial yang kuat dalam tradisi Jawa dan secara tak seketika sanggup menyusun kesadaran yang kuat akan status sosialnya di tengah masyarakat. Sebagai figur, di manapun seseorang dari Suku Jawa berada, ia akan konsisten hormat terhadap yang lebih tua meski ia tak mengenalnya. Upload-ungguh semacam inilah yang pertama kali disusun Suku Jawa via keteladanan bahasa.

2. Kepercayaan
Dahulunya, masyarakat Suku Jawa beberapa besar memeluk agama Hindu, Budha, dan Kejawen sebagai pegangan. Berbeda dengan yang kini, beberapa besar masyarakat Jawa memeluk agama Islam dan beberapa kecil menganut agama Kristen dan Khatolik. Sedangkan demikian, tradisi masa lalu masyarakat Jawa tak utuh ditinggalkan semacam itu saja sebab kepercayaan Kejawen, yang yaitu kepercayaan yang dibuat dari tradisi Jawa, konsisten masih ada yang melakukan.


Kepercayaan kejawen berisikan perihal seni, tradisi, kebiasaan, ritual, sikap dan juga filosofi orang-orang Jawa. Umumnya kepercayaan ini semacam itu kuat dikontrol oleh orang-orang yang telah berusia tua dan biasanya generasi di bawahnya telah tak banyak lagi yang menirunya. Padahal berbeda pandangan, hal ini terbukti tak memunculkan friksi antara yang tua ataupun yang muda, malahan kaum yang muda cenderung menghormati yang tua untuk keadaan sulit ini.

3. Filosofi
Orang Jawa juga diketahui lekat dengan filosofi kehidupan, secara khusus dengan apa yang diajari oleh Sunan Kalijogo. Dalam kegiatannya berdakwah, seringkali Sunan Kalijogo memakai pendekatan kebiasaan sehingga banyak orang Jawa yang meniru ajarannya. Misalkan saja, nyanyian Ilir-ilir dan Plontos-plontos Cangkul yaitu karya beliau yang hingga ketika ini masih didengarkan turun-temurun.

Sunan Kalijogo juga meninggalkan filosofi hidup yang termuat dalam Dasa Pitutur yang masih dikerjakan hingga kini. Isinya di antaranya merupakan urip iku urup, memayu hayuning bawana ambrasta dur hangkara, sura dira jaya jayaningrat lebur dening pangastuti, ngluruk tanpa bala menang tanpa ngasorake sekti tanpa aji-aji sugih tanpa bandha, dan sebagainya.

4. Kesenian
Dalam bidang seni tradisi, masyarakat Suku Jawa dapat dibilang mempunyai kekayaan seni yang berbagai. Setidaknya seni tradisional ini dibagi menjadi 3 klasifikasi berdasarkan akar tradisinya, adalah Banyumasan (Ebeg), Jawa Tengah dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog). Untuk seni musik, masyarakat Jawa mempunyai Langgam Jawa yang yaitu penyesuaian diri musik keoncong ke dalam musik tradisional Jawa, lebih-lebih Gamelan.

Kecuali itu, Suku Jawa mempunyai jenis seni tari dari beraneka tempat, adalah Tari Bambangan Cakil dari Jawa Tengah, Tari Angguk dari Yogyakarta, Tari Ebeg dari Banyumas, Tari Gandrung dari Banyuwangi, Tari Kridhajati dari Jepara, Tari Kuda Lumping dari Jawa Tengah, Tari Reog dari Ponorogo, Tari Remo dari Jawa Timur, Tari Emprak dari Jawa Tengah, Tari Golek Menak dari Yogyakarta, dan Tari Sintren dari Jawa Tengah.

5. Kalender
Salah satu kekayaan tradisi Jawa yang tak dimiliki oleh suku lain merupakan Kalender Jawa. Kalender ini yaitu penanggalan yang diaplikasikan oleh Kesultanan Mataram. Saat Islam mulai berkembang di tanah Jawa, Sultan Agung menetapkan untuk meninggalkan Kalender Saka dan menggantinya dengan Kalender Hijriah dengan penyesuaian tradisi Jawa. Kalender Jawa diwujudkan dengan perpaduan antara tradisi Islam, tradisi Hindu-Budha, dan tradisi Eropa.

Dalam kalender cara Jawa, siklus harian yang diterapkan ada dua ragam, adalah siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita ketahui kini (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Pekan) serta siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran (Manis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon). Untuk hitungan bulan, Kalender Jawa juga mempunyai 12 bulan, adalah Sura, Supar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rajab, Ruwah, Pasa, Sawal, Jeda, dan Besar.

6. Hitungan Jawa
Masyarakat tradisional Jawa juga mempunyai cara perhitungan untuk membikin keputusan-keputusan penting. Metode perhitungan ini lazim disebut dengan Neptu, mencakup angka perhitungan hari, hari pasaran, bulan, dan tahun Jawa. Tiap hari, hari pasar, bulan, dan tahun mempunyai skor yang berbeda-beda. Dari skor perhitungan sempurna itulah nantinya akan dikenal bagus-buruknya keputusan yang akan diambil.

Perhitungan ini juga dapat didasarkan pada susunan Aksara Jawa (ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga). Tiap aksara mempunyai skor yang berbeda-beda, misalkan ha, da, pa, ma masing-masing nilainya 1 dan huruf na, ta, dha, ga masing-masing nilainya 2, semacam itu juga seterusnya. Dari sempurna perhitungan tersbut nantinya akan dicocokkan dengan 5 elemen, adalah Sri, Lungguh, Gedhong, Loro dan Pari. Faktor Sri, Lungguh dan Gedhong yaitu elemen positif, walaupun Loro dan Pati merupakan elemen negatif yang umumnya akan dihindari oleh orang Jawa.
Nah, itulah 6 kebudayaan Suku Jawa yang masih diturunkan secara turun-temurun sampai dapat kita temui hingga kini. Padahal masih ada, bukan tak mungkin dengan derasnya era modernisasi kebudayaan Jawa ini dapat tergerus. Oleh sebab itu, peran generasi mudanya lah yang akan menetapkan bagaimana kelestarian kebudayaan ini nantinya.